PENYAKIT ATRAKNOSA PADA TANAMAN MELON

Oleh : Jinsono Purba SP. (Consultant HPT & Dyna Grow)

Penyakit antraknosa  jamur Colletotrichum lagenarium (sinonim: Colletotrichum sp.)pada tanaman Melon.

Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum lagenarium (sinonim: Colletotrichum sp.) merupakan salah satu tantangan utama dalam budidaya melon secara global, dengan potensi kerugian hasil yang dapat mencapai 30–100% pada kondisi epidemi.

Perubahan iklim, peningkatan resistensi patogen terhadap fungisida sintetis, serta keterbatasan metode pengendalian yang ramah lingkungan semakin memperumit upaya mitigasi penyakit ini. Oleh karena itu, penelitian terbaru, berfokus pada evaluasi strategi pengendalian yang lebih efektif, berkelanjutan, dan ekonomis untuk menekan laju infeksi serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap C. lagenarium.

Berdasarkan analisis terhadap tujuh studi mutakhir, pendekatan integratif yang mengombinasikan metode pengendalian kimia, nabati, hayati, dan kultur teknis terbukti memberikan efektivitas tertinggi dalam menekan perkembangan patogen. Salah satu temuan utama adalah aplikasi fungisida berbasis azoxystrobin dengan interval perlakuan 7 hari sebelum panen yang mampu secara signifikan menghambat perkembangan infeksi serta memperpanjang umur simpan buah pascapanen. Selain itu, kombinasi kitosan 1,5% dengan pupuk kalium sebanyak 150 kg/ha menunjukkan peningkatan ketahanan fisiologis tanaman, mengoptimalkan metabolisme pertahanan alami, serta menurunkan intensitas penyakit hingga 92%.

Lebih lanjut, inovasi dalam formulasi nabati yang menggunakan Dyna Grow Proteksi—yang mengandung pine oil, citronella oil, clove oil, serta bahan aktif pendukung seperti surfaktan, resinenda, adjuvant, solvent, dan koloid—terbukti memiliki efek fungistatik yang kuat dalam menekan pertumbuhan dan penyebaran C. lagenarium. Sinergi antara formulasi nabati ini dengan agen hayati Trichoderma sp. tidak hanya mengurangi intensitas penyakit hingga 96% tetapi juga berkontribusi terhadap peningkatan vigor tanaman, keseimbangan mikroflora tanah, serta efisiensi penyerapan nutrisi.

Dengan adanya pendekatan multistrategi ini, paradigma pengelolaan penyakit antraknosa pada melon mengalami pergeseran menuju metode yang lebih adaptif, ekologis, dan berkelanjutan. Kombinasi antara perlindungan kimiawi yang terukur, penguatan ketahanan tanaman melalui input hayati dan nabati, serta penerapan kultur teknis yang tepat diharapkan dapat memberikan solusi holistik dalam upaya peningkatan produktivitas melon di tengah tantangan perubahan iklim dan tekanan patogen yang semakin kompleks.(JP)